Bon Utang

BON UTANG

Alhamdulillah akhirnya ada yg ngasih ide cerdas untuk dituliskan. Temanya tentang hutang. Pakai H tanpa B dan bukan K.

Terus terang beberapa waktu terakhir ini saya dibikin kliyengan, mumet sebab tanggungan utang. Bingung tenan. Dalam kebingungan itu saya telpon teman yang sudah banyak makan asam garam dunia unggas komersial. Saya cerita punya lahan dan modal ayam kampung 100an ekor. Lalu saya tanya, bisnis ternak ayam kampung itu sebenarnya menjanjikan tidak? Jawaban pertama yg muncul sungguh kurang ajar. “pitik sumpel elik² kok diingu. Beleh ae, ganti materi”.
Tentu saya kaget, tapi teman saya tdk tahu sebab bicara lewat telepon.” Tapi Mas, misal pakai sistem organik lalu dikelola hulu – hilir gmn?” saya tetap mengejar.

“Berat”. Jawabnya singkat.
“Beratnya di mana Mas?” semakin penasaran saja sayanya.
“Pertama, kita musti belajar menguasai ilmu penyakit ayam dulu semaksimal mungkin. Coba kalau suatu saat kandang kita yg isinya ribuan ayam itu diserang penyakit dan kita tak mampu mengatasinya. Iya kalau ada dana cadangan, kalau tidak?! Bla bla bla.. Panjang lebar saya diceramahi.
“Tapi Mas, bapak A itu sukses dg ayam domestik,” saya mencegat ceramahnya.
“O.. Itu beda Mas. Dia orang lama. Sudah biasa bikin kelompok ternak lalu cari dana, bikin acara apalah. Dia sukses dr situ, bukan dari ayamnya.”
Kaget saya. Tapi dia tak tahu, sebab bicara lewat telepon.

Baik, kita tinggal dulu percakapan itu. Lalu saya cari ide dg muter youtube & baca² tulisan di internet. Kerajinan bambu yg saya tuju. Ternyata sudah ada banyak yg menggarapnya dan ada di mana². Kesimpulan sementara saya, bisnis kerajinan bambu tidak menjanjikan. Sebab jika kita garap sendiri, untuk dapat 100k per hari itu sudah susah sekali. Kecuali produk skala besar dg mesin² canggih dan banyak anak buah. Lagi² saya gamang. Sekarang ini sulit cari tenaga kerja. Jikalau dapat nantinya, bisa kebalik posisinya. Tenaga kerja yg seringkali mengatur direktur. Opo rak kurang ajar kuwi?

Kembali saya telepon teman saya.
“Halo.. Lalu ternak ayam apa baiknya Mas, kalau ayam kampung tak menjanjikan?, tanya saya.
“Ternak cemani saja Mas, masih lumayan ada keuntungan,” jawabnya dari sana.
Saya diam beberapa saat. Untung seberapa, pikir saya yg belum paham dunia cemani.

“Kalau ternak Ayam Hutan?, lanjut saya.
“Nah, gud aidie. Cerdas..,” tampak girang teman saya menjawabnya. Saya bingung tentu saja.
“Di luar sana, telor fresh ayam hutan bisa laku jutaan.”

Klik. Serta merta saya tutup telepon saya. Biarlah saya kembali ke bon utang seperti ide teman dari Jogja. Nuwun nggih Mas Rizki Armansyah.

.

.

Tulisan ini dipublikasikan di Ayam Hutan. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan